Cerita Sex Perkenalan di Kantin
Karena terlalu sibuk untuk urusan di luar kampus seperti maen band akhirnya kuliahku terhenti di jalan, sebelumnya jika kalau dikammpus sebelum masuk kelas aku sering mampir ke kantin untuk minum kopi atau ngobrol bareng teman, ada salah satu mahasiswi yang membuat ku focus untuk melihatnya, sangat menarik untuk dilihat, banyak cowok yang melihat dia.
Setelah memesan makanan dan minuman, aku melangkahkan kakiku menuju meja yang ada di luar ruangan cafetaria yang posisinya menghadap langsung ke arah taman kampus.
Pagi itu kebetulan aku seorang diri, nggak seperti hari-hari biasa yang selalu datang bersama teman-teman dekatku yang sekaligus juga teman di grup bandku. Dengan santai aku duduk sambil menikmati segelas coklat hangat dan sepotong pancake nanas kesukaanku.
Di tengah asyiknya aku menikmati makanan, tiba-tiba telah berdiri temanku yang bernama Adinda dan seorang yang telah membuatku terpaku sebelumnya.
“Maaf Heri.. Boleh nggak kita gabung duduknya?” tanya Adinda sambil tersenyum.
“Oh.. Kamu Din..!” ujarku spontan.
“Boleh-boleh… Lagian aku sendirian kok” sahuntuku meyakinkan.
“Tumben nih cafetari rame, sampai nggak ada satupun meja kosong” Kata Adinda menambahkan.
“Kamu juga tumben Heri makan sendirian, biasanya khan sama grup band kamu?” kata Adinda lagi.
“Iya nih Din.. Kebetulan ada kelas pagi jadinya aku berangkat lebih awal deh” jelasku sesaat setelah Adinda dan temannya duduk.
“Oh iya Heri, kenalin ini anak baru di kampus kita” Dengan ramah Adinda memperkenalkan temannya.
“Aula… Ini Heri teman kita juga, yang kebetulan juga dia vokalis di grup band di kampus kita ini” Adinda memperkenalkan aku kepada Aula secara panjang lebar.
“Dan dia ini Heri, mahasiswa pindahan dari Jakarta yang mengikuti orangtuanya karena pindah tugas” Jelas Adinda kepadaku.
“Namanya Aula aprilia putri, yang mempunyai hobby dengerin musik juga” sahut Adinda lagi.
Yang di perkenalkan cuman tersenyum manis aja. Dengan ramah aku tersenyum kepada Aula, sambil menyodorkan tanganku.
“Heri!” kataku pendek.
“Aula!” dengan senyum manis dia menerima uluran tanganku.
Tangannya halus banget saat aku menggenggamnya lembut, apalagi di lengannya di tumbuhi bulu-bulu halus yang sangat kontras dengan warna kulitnya yang mulus.
Dari jarak yang lumayan dekat aku bisa menikmati pesona kecantikan Aula yang begitu menawan, Aula mempunyai rambut yang cukup tebal dan hitam yang panjangnya di bawah bahunya sedikit. Bibirnya sensual dan selalu basah alami tanpa olesan lipstik.
Pandanganku sesaat turun ke arah lehernya yang jenjang dan berakhir di kedua tonjolan di dadanya yang aku taksir ukurannya 36B.
Sampai di sini aku sempat menelan ludah sesaat, betapa ranumnya buah dada Aula yang menuruntuku begitu menggairahkan kalau di remas nan lembut dan putingnya di jilatin dengan gerakan erotis. Khayalanku buyar bersama teguran dari Adinda mengingatkan kalau aku masih menggenggam tangan Aula.
“Sudah dong Heri.. Lepasin tangan Aula” tegurnya mengingatkan.
“Maaf.. Yah Aula” kataku polos.
“Tangan kamu halus banget sih” kataku menambahkan.
“Tangan atau, kamu yang terpesona oleh kecantikannya” sindir Adinda.
Aku hanya tersenyum mendengar Adinda mengatakan itu. Sejujurnya aku memang mengagumi pesona Aula yang kayaknya bakal jadi bunga kampus nantinya.
Seminggu setelah pertemuanku dengan Aula di cafetaria. Aku bertemu kembali dengannya tapi bukan di kampus seperti saat itu.
Aula datang bersama kedua orang tuanya untuk menikmati makam malam di salah satu cafe yang cukup terkenal di kota itu. Dan kebetulan aku bersama teman-temanku bermain musik akustik di cafe itu setiap 3 kali seminggu.
Malam itu Aula mengenakan gaun warna hitam yang membuat penampilannya sangat berbeda dengan saat dia ada di kampus. Gaun malam yang panjang dan modelnya sedikit sexy dibagian dadanya membuat Aula tampil begitu anggun malam itu. Saat itu Aula belum menyadari kalau yang ada di atas panggung adalah diriku.
“Selamat datang dan selamat menikmati suguhan musik akustik dari kami, semoga makan malam anda cukup berkesan bersama orang-orang yang anda cintai” Sambutanku kepada semua pengunjung cafe.
Setelah aku menyanyikan beberapa lagu dan mendapat sambutan yang cukup meriah dari pengunjung malam itu. Dengan mantap, kembali aku menyampaikan pesan khusus.
“Lagu ini akan saya persembahkan buat pengunjung yang ada di meja nomer 5, yaitu Aula bersama kedua orang tuanya dan semoga makan malamnya berkesan dengan hadirnya lagu ini” sahuntuku spontan.
Seketika pandangan Aula bersama kedua orang tuanya tertuju ke panggung. Dengan sopan aku menganggukan kepala kepada mereka, sambil tersenyum ramah. Aula sempat terpaku, ketika melihat diriku tersenyum dari atas panggung.
Setelah melewati moment sesaat yang merupakan kejutan dariku. Perlahan aku mulai menyanyikan lagu lembut yang pernah dibawakan oleh Rod stewart” Have I told you lately”. filmbokepjepang.net Pandanganku beradu dengan pandangan Aula yang sedang serius menatapku dari mejanya, ketika di awal lagu sambil tersenyum aku memandangnya lembut.
“Have I told you lately that I love you..” bunyi lirik di awal lagu itu.
Dengan penghayatan aku menyanyikan lagu itu yang secara tidak sengaja terinspirasi oleh kedatangan Aula di cafe malam itu. Setelah selesai aku menyanyikan lagu itu, bersamaan juga saat aku bersama grupku mendapat kesempatan untuk break di session pertama.
Di saat break aku pergunakan waktu yang ada untuk menemui Aula bersama ke dua orang tuanya.
“Selamat malam Om, Tante dan juga Aula” tegurku sopan.“Perkenalkan nama saya Heri, teman Aula satu kampus” dengan ramah dan sopan aku memperkenalkan diri di hadapan kedua orang tua Aula.
Yang juga disambut dengan ramah oleh kedua orang tua Aula.
“Pa, Ma, Ini teman Aula yang pernah Aula ceritakan sebelumnya” terang Aula kemudian.
Dalam hati sempat aku bertanya, apakah yang telah di ceritakan Aula kepada kedua orang tuanya tentang diriku.
Setelah berkenalan dengan kedua orang tuanya dan terlibat obrolan yang panjang, akhirnya aku tahu kalau Aula adalah anak semata wayang di keluarganya.
Tak mengherankan jika, kalau Aula mendapatkan kasih sayang secara penuh baik dari papanya dan juga Mamanya. Itu terlihat dari kesehariannya yang riang dan lincah saat dia berada di kampus.
Setelah tiba waktu buat aku dan teman-teman untuk main di session kedua, dengan sopan aku berpamitan kepada kedua orangtuanya dan juga Aula.
Suasana cafe malam itu sangat special buat diriku, karena kedatangan orang yang sering aku khayalkan setiap saat di tempat yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Menjelang setengah sebelas, aku menyudahi penampilan malam itu lewat lagu”Cinta Sejati” Milik ari lasso.
Ketika selesai acara, aku pamit kepada teman-teman band, kalau aku ingin menemui Aula dan kedua orang tuanya. Sesampainya di meja Aula, dan ngobrol sesaat, kedua orang tuanya berpamitan ingin pulang karena sudah mulai di hinggapi rasa kantuk.
“Pa, Ma, Aula boleh pulangnya belakangan?” tanya Aula kepada kedua orang tuanya.
“Aula masih pingin ngobrol dengan Aheri nih bolehkan?” rajuknya manja.
“Baiklah, asal nanti pulangnya Heri yang nganterin!” tegas papanya.
“Baik Om.. Terima kasih atas kepercayaan yang Om berikan”jawabku kemudian.
“Makasih pa, Ma..” teriaknya sambil mencium pipi Papa dan Mamanya.
Setelah kepergian Papa dan Mamanya, kembali kita melanjuntukan obrolan yang tertunda sesaat. Ketika waktu menunjukan pukul 23.30 aku mengatakan kepada Aula.
“Aula sebaiknya kita pulang yah” kataku pelan.
“Sudah malam nih, ntar Papa dan Mama kamu gelisah menunggumu” terangku lagi.
“Baiklah kalau menurut kamu begitu” jawab Aula kemudian.
Yang tak lama aku bergegas menyetop taxi yang sedang lewat di depan kita. Di dalam taxi aku terdiam sambil melamunkan kejadian yang barusan aku alami. filmbokepjepang.net Betapa beruntung aku bisa duduk berduaan di dalam taxi dengan seorang gadis cantik yang begitu banyak di dambakan oleh setiap cowok yang ada di kampus.
“Heri kenapa diam?” tanya Aula membuyarkan lamunanku.
“Oh.. Eh”jawabku gugup.
“Aku nggak pernah membayangkan kalau aku bisa sedekat ini dengan dirimu” jelasku setelah bisa menguasai keadaan.
“Maksud kamu?”tanya Aula lagi.
“Kamu tahu khan, kalau di kampus banyak cowok yang menaksir kamu” terangku kemudian.
“Heri, kalaupun banyak cowok yang mengejar-ngejar aku, aku punya hak juga khan buat menolak?” tanyanya lagi.
Aku hanya terdiam mendengar penjelasannya, sambil tersenyum lembut menatapnya.
“Aku sudah banyak menceritakan tentang dirimu kepada Papa dan Mama, makanya mereka percaya kalau aku pulangnya bersama kamu” terang Aula meyakinkan aku.
Di kepala masih teringat saat aku memperkenalkan diri di hadapan Papa dan Mamanya, ketika break time tadi yang Aula bilang pernah menceritakan aku sebelumnya.
“Heri, sejak awal perkenalan di cafetaria, hatiku sempat berdetak entah kenapa” terangnya kemudian.
“Aku juga selalu berhayal tentang dirimu” jelasnya lagi.
“Banyak cerita di kampus yang mengatakan, kalau kamu orangnya cukup lembut setiap menghadapi cewek” tambahnya lagi.
“Semua itu benar adanya, apalagi dengan kamu memberikan sebuah lagu romantis buat diriku saat malam tadi” dengan lembut Aula mengatakan itu.
“Papa dan Mama sempat memuji, kalau kamu orangnya bisa menghargai seorang wanita” terangnya lagi.
Terharu aku mendengar semua penjelasan dari Aula yang ternyata selama ini dia bersimpati terhadap diriku. Taxi yang kita tumpangi melintasi sebuah jalan yang lampu penerang jalannya agak redup. Dengan keberanian di tengah keremangan, aku memeluk Aula mendekat dan mengecup bibirnya yang ranum.
“Sudah lama aku mendambakan kamu Aula” bisikku mesra di telinganya.
Aula hanya tersenyum manis mendengar bisikanku, sambil meremas mesra tanganku. Tak lama berselang taxi telah sampai di depan sebuah rumah besar yang di halamannya ada sebuah taman dan balai-balai kecil di pojok rumah.
Bersambung..